Contoh Kasus :
1. Dana Nasabah Rp 1,3 Triliun "Nyangkut" di Koperasi Persada Mandiri
Kasus gagal bayar Koperasi Persada Madani (KPM) sedikit demi sedikit mulai terkuak. Sedikitnya Rp 1,35 triliun dana nasabah nyangkut di koperasi simpan pinjam ini.
Staf bagian simpanan KPM cabang Bandung, Putri (bukan nama sebenarnya) mengaku jumlah nasabah KPM di setiap cabang tidak kurang dari 5.000 anggota. Saat ini jumlah cabang KPM di seluruh Indonesia mencapai 27 cabang.
Dengan setoran pinjaman sebesar Rp 10 juta maka minimum dana simpanan yang dikelola KPM sebesar Rp 1,350 triliun. “Calon anggota koperasi simpanan cukup menyerahkan foto kopi KTP, mengisi aplikasi dan membayar sertifikat berjangka sebesar Rp 25.000,” jelas Putri ketika dihubungi Kontan, Rabu (15/4/2015).
Putri menjelaskan ada dua skema pinjaman di KPM. Pertama, tenor enam bulan. Dengan menyetorkan uang sebesar Rp 10 juta, nasabah akan memperoleh imbal hasil sebesar 1,5 persen setiap bulannya.
Namun jika nasabah ingin mengakumulasikan imbal hasil setelah enam bulan, maka nasabah berhak mengantongi imbal hasil sebesar 10 persen. Tawaran kedua adalah tenor satu tahun. Untuk tenor ini, nasabah di iming-imingi imbal hasil sebesar 1,8 persen per bulan. Namun, jika imbal hasil tersebut diakumulasi pada akhir tahun maka nasabah berhak meraup imbal hasil sebesar 22 persen.
Koperasi simpanan ini juga memberlakukan penalti. Bagi nasabah yang menarik uangnya sebelum jatuh tempo enam bulan, maka akan dikenakan penalti sebesar 10 persen dari total simpanan. Sementara nasabah yang menarik dana sebelum jatuh tempo satu tahun akan dikenakan penalti 15 persen dari total simpanan.
Hingga kini, Koperasi Persada Mandiri masih beroperasi seperti biasa meskipun sudah terbukti gagal bayar. Setiap cabang masih menerima melayani aktivitas simpan pinjam seperti biasa.
2. Puluhan Anggota Polda Papua Tertipu Investasi Bodong Briptu E
Brigadir Satu (Briptu) E, anggota polisi Papua kini masuk daftar pencarian orang (DPO) dan sedang menjadi buruan Polda Papua. Briptu E merupakan terduga kasus penipuan investasi bodong yang korbannya para anggota Polda Papua.
“Nilai investasi mereka (puluhan anggota polisi) mulai dari Rp50 juta hingga Rp100 juta,” kata Kapolda Papua, Irjen Polisi Yotje Mende, Selasa (24/3/2015).
Investasi bodong yang melibatkan Briptu E mencuat setelah puluhan korban yang berasal dari jajaran Polda Papua melaporkan kasus tersebut ke Mapolda Papua pada 11 Maret 2015.
Briptu E bersama rekannya berinisial H yang merupakan PNS Polda Papua adalah pelaku kasus penipuan investasi bodong. Para korban yang umumkan anggota Polda Papua diiming-iming bonus 6 hingga 7,5 persen dari nilai investasi yang diberi para korban kepada pelaku. Kini, pelaku H sudah ditangkap, sedangkan Briptu E belum.
“Awal Maret lalu, pelaku izin cuti pulang kampung. Ternyata dia izin cuti dengan membawa lari uang sebesar Rp 12,3 milyar, nominal itu kita dapat dari hasil penyelidikan dan hasil keterangan para korban," kata Yotje.
Kapolda menjelaskan, pihaknya telah membentuk tim khusus untuk mengejar pelaku. Polda Papua juga telah berkoordinasi dengan kepolisian Singapura, informasinya pelaku berada di negara tersebut.
“Informasi yang kami dapat, pelaku telah melarikan diri ke Singapura. Tapi, kami tidak menyerah begitu saja, kami akan terus memproses kasus ini dan segera menangkap pelaku,” kata Kapolda.
Pelaku H ketika diperiksa penyidik mengaku hanya korban dari kasus tersebut. H bertindak sebagai orang yang mencari nasabah dalam investasi bodong yang dipimpin Briptu E.
"Saya hanya mendapat bonus sebesar empat persen untuk setiap investasi," kata H kepada penyidik Reskrim Polda Papua.
JA salah seorang korban mengatakan, dirinya tertarik untuk berinvestasi karena tergiur bonus yang besar. JA mulai bergabung bersama investasi bodong milik Briptu E sejak Januari 2015 dengan modal awal Rp50 juta. Dari hasil investasinya, JA pernah sekali mendapatkan bonus sebesar Rp 2,8 juta yang diterima pada awal Februari lalu.
“Awalnya, saya tidak curiga, tapi begitu mau ngecek bonus kedua saya cek ke orangnya (Briptu E), dia dikabarkan sudah kabur,” terang JA.
3. PT Sarana Perdana Indo Global – Kontrak Futures Index
Kasus ini mencuat pada Maret 2007. Perusahaan menjual produk kontrak index futures yang belakangan diketahui sebagai money game. Perusahaan berhasil menghimpun dana Rp2,1 triliun dari 3.400 nasabah yang terbuai tingkat return 2 – 4 persen per bulan dalam jangka waktu 3 – 6 bulan.
Padahal, perusahaan ini dari awal sudah melanggar aturan. Operasi yang dilakukan tidak sesuai dengan perijinannya. Ijin yang dikantongi adalah SIUP dari Disperindag DKI Jakarta April 2006 untuk usaha perdagangan hasil pertambangan (batu bara, batu granit), alat mekanikal/elektrikal, dan jasa konsultasi manajemen bisnis.
4. PT Wahana Bersama Global – Investasi Fiktif.
Perusahaan menjadi reseller produk keuangan perusahaan Jerman, Dressel Investment Ltd yang ternyata produk fiktif. Ada dua produk yang ditawarkan, yakni Strategic Portfolio Management Scheme (Sportmans) yang menawarkan bunga 2 persen per bulan dengan investasi US$5.000 (±Rp45 juta) dan Global Markets Portfolio (GMP) yang menawarkan bunga 7 persen per 3 bulan dengan investasi US$10.000. Tercatat ada sekitar 10 ribu nasabah yang bergabung.
5. PT GradasiAnak Negeri – Investasi Perdagangan
Kasus ini mencuat pada Mei 2012. Investor ditawari untuk berinvestasi dalam produksi sarden dengan iming-iming keuntungan 10 persen dari modal awal yang akan diberikan sejak minggu ke-2 hingga ke-52. Investor juga akan mendapat bonus tambahan yang langsung diterima dalam bentuk tunai dan cek jika berhasil menarik investor baru.
Dalam 3 bulan sejak didirikan, aksi berbaju skema Ponzi ini langsung kolaps. Selama aksinya, kurang lebih 21 ribu nasabah terjaring dengan total dana terhimpun Rp390 miliar.
Tak ada produk kalengan ikan Sarden bermerek KIKU saat seluruh jaringan kantor PT Gradasi Anak Negeri digeledah polisi. Memang tak ada. Sarden hanyalah produk fiktif untuk menarik investor.
6. CV Sukma Semarang – Arisan Berantai
Aksi ini mencuat pada April 2008. Aksi dilakukan dengan kedok program pelunasan kredit kendaraan bermotor. Nasabah diwajibkan membayar uang pendaftaran Rp700.000 dan mengajak 2 orang lainnya. Perusahaan menjanjikan subsidi Rp 500.000 setiap bulan selama 26 bulan berturut-turut kepada nasabah sebagai bantuan kredit motor, bahkan menjanjikan subsidi Rp 9 juta pada bulan ke-9.
Total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp28 miliar. Kurang lebih 40 ribu nasabah telah tertipu, yang mayoritas masyarakat kelas bawah.
7. Raihan Jewellery – Kontrak Futures Semu Berbasis Emas
Kasus ini mencuat pada Februari 2013. Ini adalah investasi bodong terkait emas. Perusahaan berjanji untuk membeli kembali investasi emas nasabah pada harga pembelian yang telah disepakati, yakni harga nasabah saat pertama kali beli. Masa kontrak 6 bulan. Nasabah dijanjikan mendapat cash back 1,5 persen – 2 persen per bulan selama masa kontrak.
Raihan kolaps, tak mampu membayar cash back, dan resmi ditutup pemiliknya per Januari 2013. Dana investasi emas masyarakat yang berhasil dijaring Raihan Jewellery sangat fantastis, Rp13,2 triliun dari penjualan 2,2 ton emas.
8. Pandawa Investasi – Investasi Online
Modusnya adalah investasi online Forex (Foreign exchange). Pelaku merekrut nasabah melalui website “Pandawa Investasi” dengan alamat situs http://pandawainvestasi.com/. Nasabah dijanjikan tingkat keuntungan sebesar 50 persen, 70 persen, 100 persen, dan 300 persen tergantung dari nilai investasi yang ditradingkan. Skema yang digunakan adalah model piramida.
Aksi penipuan sudah berlangsung sejak November 2012 sampai dengan Mei 2013 dan berhasil meraup dana hingga Rp40 miliar.
Ciri Investasi Bodong :
1. Tawaran Keuntungan yang Luar Biasa Menarik
Imbal hasil (return) keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi (tidak masuk akal) dan atau dalam jumlah yang pasti. Anda bisa melihat tawaran yang diberikan sangatlah menarik, return diatas 2% sampai 5% sebulan.
2. Bermasalah dalam Perijinan
Izin penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi harus dikeluarkan oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (d/h Bapepam) atau Bappebti. Kegiatan operasional tindakan melawan hukum dalam penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi secara ilegal tidak dilengkapi dengan dokumen perizinan yang sah dari Bank Indonesia, Bapepam dan LK, atau Bappebti.
3. Berbagai Bentuk dan Cara Pemasaran Produk
Dalam investasi yang resmi, seperti reksadana, produk dan cara penjualan sudah diatur secara jelas sehingga aman dari risiko investasi fiktif. Namun, dalam investasi bodong, tidak ada produk dan cara penjualan yang resmi.
Sumber :
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/15/055900426/Dana.Nasabah.Rp.1.3.Triliun.Nyangkut.di.Koperasi.Persada.Mandiri
http://news.okezone.com/read/2015/03/24/340/1123617/puluhan-anggota-polda-papua-tertipu-investasi-bodong-briptu-e
http://www.duwitmu.com/investasi-bodong/